Halte bis Transjakarta di Bundaran HI, Jakarta Pusat tidak berupa lagi. Tempat perhentian bis itu sekarang cuman sisa rangka serta tiang-tiang penyangga.
Tempat loket nampak sedikit ringsek serta menghitam untuk sinyal sisa dilalap sang jago merah. Atap halte telah melompong walau sebagiannya masihlah ada, tetapi pada situasi rusak kronis.
Sisa-sisa kebakaran seperti arang plastik serta beberapa besi potongan pagar halte terlihat berantakan di seputar tempat. Halte kekinian yang terpadu dengan Stasiun MRT itu telah hilang pesonanya. Yang ada cuman kerusakan kronis. Keadaannya juga porak poranda.
Sarana umum ini jadi korban keberingasan tindakan massa pada Kamis malam, 8 Oktober 2020. Dengan cara brutal, beberapa pengunjuk rasa UU Cipta Kerja membakar halte Transjakarta yang baru diresmikan pada 25 Maret 2019 lantas itu.
Menurut Pemerhati intelijen serta keamanan, Kampus Indonesia (UI), Stanislaus Riyanta, keberingasan beberapa pengunjuk rasa karena impak hoax UU Cipta Kerja yang menyebar dengan cara massif. Sesaat mereka terima hoax tanpa kontra hingga memandang satu kebenaran pada akhirnya ini menyebabkan mereka untuk turun ke jalan.
"Saya menyaksikannya ini, saat pekerja serta mahasiswa demonstrasi sebetulnya tidak ada permasalahan. Mereka demonstrasi terkoordinir barisan jelas, siapanya jelas. Tetapi saat telah bersatu dengan komponen lain, barisan lain, ini jadi persoalan," kata Stanislaus waktu dikontak Liputan6.com, Jakarta, Jumat (9/10/2020).
"Sebab dapat dibuktikan tindakan kekerasan menghancurkan sarana umum serta lakukan kekerasan pada aparat. Di atas lapangan ada yang bawa potongan besi, bermakna kan telah kemauan saat pergi bukan mengatakan opini tetapi lakukan kekerasan," tambah ia.
Ia memperhatikan, dalam beberapa waktu paling akhir, banyak hoax yang tersebar mengenai UU Cipta Kerja. Rumor itu dipandang tidak memvisualisasikan isi utuh dari undang-undang itu.
"Beberapa kerangka mereka keluhkan ada betul, tapi makin ramai hoax itu, serta tidak di-counter kuat oleh pemerintah atau DPR. Ini yang membuat mereka terpicu demonstrasi," katanya.
Stanislaus, yakini demonstrasi gaduh massa yang berlangsung di beberapa wilayah dilandasi unsur yang telah terakumulasi. Kecuali unsur hoax, ada pula orang populis yang menggerakkan pergerakan ini sebab punyai kebutuhan agar terlihat bela. "Tetapi memang tidak ada unsur tunggal," tegas ia.
Tetapi demikian, Stanislaus memandang tidak masalah jika demonstrasi melawan UU Cipta Kerja dilakukan oleh satu barisan atau figur cendekiawan. Yang penting, beberapa pengunjuk rasa bisa melakukan dengan teratur serta sesuai ketentuan yang aktif.
"Sebetulnya pergerakan demonstrasi tidak jadi masalah. Siapa saja ada orang memerintah untuk demonstrasi tidak jadi masalah, yang perlu sesuai ketentuan yang aktif serta patuh ketentuan. Umpanya sampai jam 18.00 WIB, pulang ya pulang. Sebagai permasalahan saat demonstrasi dimasuki barisan lain lantas lakukan kekerasan, penghancuran. Ini tidak betul," tutur ia.
Karena itu, ia sayangkan pengakuan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang menunjukkan ada artis cendekiawan dibalik tindakan demo UU Cipta Kerja ini. Menurut Stanislaus, bila memang benar ada bukti hasutan yang mengkondisikan massa tindakan, seharusnya langsung dikatakan ke aparat penegak hukum untuk diolah.
saat pssi mengelola judi bola online "Tetapi ini, mengatakan opini, hak tiap masyarakat negara. Walau ada orang yang memerintah untuk lakukan demonstrasi, seharusnya boleh-boleh saja. Yang jangan itu, saat orang memprovokasi, lakukan tindakan kekerasan serta jika kita melihat lakukan demonstrasi, demonstrasi ke DPR tetapi yang terserang polisi termasuk juga membakar sarana umum. Ini kan aneh. Ini yang perlu ditindak tegas oleh aparat," katanya.
Siapa saja yang lakukan penghancuran atau kekerasan, katanya, harus diolah lantas diselidiki oleh aparat penegak hukum. Nanti, lanjut Stanislaus, akan nampak aktor yang terbanyak lakukan penghancuran itu. "Perlu didalami siapa yang suruh," katanya.
Disamping itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Ulasan (IPR) Ujang Komarudin memandang, tindakan massa penolak UU Cipta kerja ini murni berawal dari kekesalan pekerja yang berasa dirugikan doleh undang undang itu. Walau ada tuduhan ada dalang dibalik pergerakan itu, menurutnya, hal tersebut seharusnya langsung disingkap ke publik.
"Jika ada dalangnya, tangkap saja, tunjuk saja, ini kan negara hukum, jadi clear. Membuka saja. Kenapa perlu takut? Sebab jangan mendakwa atau memfitnah. Tunjuk saja orangnya mana, kelompoknya mana, adukan ke penegak hukum," kata Ujang ke Liputan6.com, Jakarta, Jumat (9/10/2020).
"Supaya tidak ada syak wasangka. Sebab makin lempar rumor itu, makin disikapi, jadi bising," tambah ia.
Pemerintah, kata Ujang, seharusnya tidak membelokkan rumor ini dari substansinya. Janganlah sampai permasalahan itu diputarbalikkan dengan cari kambing hitam.
"Jadi masalah jangan dilebar-lebarkan kemana saja, lantas substansinya hilang. Harus konsentrasi ke masalahnya. Yakni tuntutan warga, pekerja, karyawan serta mahasiswa. Itu substansinya barusan, mengambil UU Cipta Kerja yang bikin rugi mereka," katanya.
Ujang mengutarakan, kekacauan pecah dalam demonstrasi UU Cipta Kerja dipacu 2 hal. Pertama karena pemerintah serta DPR belum pernah berlaku aspiratif pada rakyat. Sejauh ini, kemauan warga yang menampik beberapa undang undang, seperti Koreksi Undang Undang KPK, UU Minerba, belum pernah didengar. Serta yang terbaru UU Cipta Kerja. Bukannya dengarkan inspirasi rakyat, DPR serta Pemerintah malah justru menetapkan undang-undang itu waktu mendekati larut malam.
"Itu tidak sama dari kehendak inspirasi rakyat. Jadi rakyat ini belum pernah didengar, belum pernah diserap. Puncaknya ini, warga geram sebab negara diurus oleh segelintir orang, walau sebenarnya kebijaksanaannya berefek untuk rakyat," katanya.
Selanjutnya unsur ke-2, kekacauan ini berlangsung karena penumpukan dari kemarahan publik sejauh ini. Walau orang-orang tidak ingin ada kekacauan yang memunculkan kerugian untuk seluruh pihak. Tetapi amarah warga itu tidak bisa diredam.
"Kita tidak ingin kekacauan itu. Sehingga kita benar-benar sayangkan, kita harus menjaga bangsa ini. Tetapi siapa yang dapat mengatur kemarahan warga, karenanya tidak ada asap jika tidak ada api, tidak ada demo jika tidak ada pemicunya. Pemicunya kan nasib mereka yang tidak jelas," sebut ia.
Kepala Unit Pencahayaan Warga Polri Kombes Pol. Awi Setiyono yakini, ada dalang dalam demonstrasi gaduh UU Cipta Kerja pada Kamis malam, 8 Oktober 2020. Meskipun begitu, dia belum bisa mengungkapkannya karena masih juga dalam step penyidikan.
"Itu tentu (ada dalang), masih juga dalam pendalaman, sebab tempo hari peristiwanya itu dari bukti-bukti di atas lapangan, dari bukti yang dikantongi polisi, dari info beberapa aktor demonstrasi tempo hari, kelak di sana dicari benang merah. Mudah-mudahan selekasnya diketemukan dalangnya," sebut ia di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (9/10/2020).
Dalam kekacauan itu, Polri sudah amankan beberapa ratus orang yang menyebar di beberapa wilayah. Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono memaparkan mereka yang diamankan, yakni barisan anarko sekitar 796 orang di Sumsel, Bengkulu, Lampung, Jawa timur , Polda Metro Jaya, Sumut, serta Kalimantan barat.
"Warga biasa ada 601 orang di Sulsel, Sultra serta Polda Metro Jaya. Pelajar sekitar 1.548 orang berada di Sulsel, Polda Metro Jaya Sumut, serta Kalimantan tengah. Mahasiswa ada 443 orang di Sulsel, Polda Metro Jaya, Sultra, Sumut, Papua Barat, serta Kalimantan tengah. Pekerja 419 orang di Polda Metro Jaya serta Sumut. Pengangguran 55 orang di Sultra, Kalsel, serta Sumut," jelas Argo
Sesaat jumlah kerusakan akibatnya karena kekacauan itu yakni di Polda Sumut, ada 2 mobil wakarumkit serta 1 truk sabhara. "Sekitar 41 personil kepolisian cedera," tutur ia.
Di Yogyakarta, massa menghancurkan 1 motor , 9 mobil dinas, serta 2 pospol. Serta di Polda Riau, 1 mobil dirusak dan 11 personil cedera.
"Polda Jawa timur 2 polisi cedera, Polda Banten 2 polisi cedera, Polda Gorontalo 3 polisi cedera, Polda Sumsel 2 mobil dirusak, Polda Sulsel 2 motor dirusak, kantor polsek, serta 7 anggota terluka, Polda Lampung 1 pospol dirusak, Jakarta 6 polisi terluka, 3 pospol serta 3 mobil dibakar," papar Argo.
Sekarang ini, lanjut ia, korban pendemonstrasi yang beberapa luka sekitar 129 orang. "Mereka dirawat di semua rumah sakit di Jakarta," tutur Argo.
Argo memperjelas, Polri akan kumpulkan semua tanda bukti yang ada. Bila diketemukan bukti ada artis cendekiawan dibalik tindakan gaduh itu, Polri tidak enggan-segan untuk membawanya ke ranah hukum.
"Jika memang kita dapat mendapati aktornya (artis intelektual), akan kita sampaikan ke pengadilan," tutur ia.
Argo sampaikan, faksinya sudah lakukan penyelamatan tindakan demonstrasi menampik pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja, sesuai ketentuan serta standard operasional mekanisme (SOP).
"SOP itu pertama, tidak diperlengkapi dengan senjata api. Ke-2, dalam pekerjaan itu polisi lakukan pekerjaan nego-nego dalam berunjuk rasa agar pekerjaan aspirasinya dikatakan," papar Argo.
Menurut Argo, polisi lakukan penyelamatan ke tempat yang jangan dimasuki. Anjuran persuasif juga dilaksanakan serta memberi edukasi ke anggota supaya tidak gampang terpancing emosi waktu demonstrasi.
"Anggota meskipun dilempar terus diam saja. Terus lakukan defend, persuasif, terus lakukan pertahanan. Ada banyak anggota yang cedera sebab dilempar," jelas ia.
Tetapi ditengah-tengah usaha menentramkan massa, situasi justru makin pengacau. Oleh karenanya, anjuran yang karakternya informasi keras dikasih ke massa demonstrasi sampai paling akhir tembakkan gas air mata.
"Jadi beberapa ada yang cedera, ada pula beberapa sarana dari polisi yang turut dirusak. Misalnya mobil, ini ambulans yang dipakai untuk kemanusiaan juga turut dirusak. Selanjutnya mobil dinas turut dirusak ," Argo menandaskan.
Pengesahan RUU Cipta Kerja oleh DPR pada Senin malam, 5 Oktober 2020 memetik protes dari banyak warga. Ini karena isi dari UU Cipta Kerja itu dipandang masih simpan pasal-pasal polemis untuk beberapa karyawan.
Penampikan UU Cipta Kerja itu dikatakan beberapa komponen rakyat di beberapa wilayah di Indonesia dengan turun ke jalan, Kamis 8 Oktober 2020. Mereka mengatakan keberatannya pada undang-undang itu dengan bertandang ke beberapa tempat pemerintahan.
Tetapi tindakan yang awalannya berjalan nyaman itu, berbuntut kacau. Korban juga berjatuhan, baik dari pendemonstrasi atau dari petugas kepolisian. Tidak itu saja, beberapa bangunan serta kendaraan juga dirusak massa dengan cara brutal.
Sama seperti yang berlangsung di Ibu Kota. Tindakan demo yang diadakan di Serasi, Jakarta Pusat, diwarnai kekacauan. Massa dengan polisi terjebak bentrokan. Petugas kepolisian tembakkan gas air mata untuk membuyarkan keramaian massa. Tetapi bukanlah mundur, massa malah menantang dengan lemparkan batu serta benda yang lain.
Tidak itu saja, pos polisi yang terdapat di dekat patung kuda tidak terlepas dari korban keberingasan massa. Pos polisi itu hancur lebur sesudah dibakar beberapa pendemonstrasi. Massa yang telah terlanjur emosi, membakar beberapa sarana umum yang lain, yakni Halte Transjakarta Bundaran HI serta Sarinah.
Pada keadaan demikian, tidak nampak petugas yang berupaya mematikan api. Massa menghancurkan rambu jalan raya serta membakar 1 unit ekskavator kecil yang ditujukan project pembangunan MRT.
"Dibakar barusan seputar 10 menitan lalu. Terus massa ngerusak sarana umum. Rambu dibakar, beko (ekskavator) kecil yang buat (project) MRT dibakar. Sepeda yang gratis itu lagi diparkir dibakar," tutur salah satunya masyarakat, Arie waktu dikontak merdeka.com, Kamis (8/10/2020).
"Saat ini di jalanan berantakan puing-puing yang dirusak massa. Jalan raya lumpuh keseluruhan. Belum keliatan petugas yang padamin api," tambahnya.
Tidak cuman di Jakarta, kekacauan berlangsung di Surabaya, Jawa Timur. Beberapa sarana publik seperti tempat sampah, pot bunga di jalan seputar teritori Balai Pemuda dirusak serta dibakar oleh massa demonstran tolak UU Cipta Kerja.
Disamping itu, beberapa demonstran mengambil tempat sampah yang dibuat dari seng serta kayu di trotoar jalan, selanjutnya membakarnya di seputar air mancur teritori simpang 4 Jalan Pemuda.
Demonstran yang sebelumnya lakukan tindakan di muka Gedung Negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, semburat serta berlarian mengarah Jalan Pemuda serta Yos Sudarso depan gedung DPRD Surabaya waktu polisi tembakkan gas air mata mengarah massa yang melakukan tindakan pengacau.
Pemerintah Kota Surabaya sayangkan sarana publik dirusak serta dibakar massa saat demo menampik UU Cipta Kerja di teritori simpang 4 Jalan Pemuda, Yos Sudarso, Panglima Sudirman, serta Jalan Gubernur Suryo, Kota Surabaya, Jawa Timur, Kamis, (8/10/2020).
"Kami sayangkan sarana publik dirusak serta dibakar. Harusnya mengatakan opini terus jaga asset publik. Itu lebih baik. Untuk membuat semuanya tidak gampang," papar Kabag Humas Pemerintah kota Surabaya Febriadhitya Prajatara, seperti diambil dari Di antara.
Kekacauan berlangsung di Kota Bandung. Massa partisipan yang tidak berafiliasi dengan pekerja serta mahasiswa, terjebak sama-sama lempar batu dengan aparat di Jalan Diponegoro, Kamis (8/10/2020).